Postingan

Melawan Arus

"Karena aku melawan arus. Kalau mereka ke timur, aku ke barat. Kalau mereka ke barat, aku ke timur," begitu kata Pak drg. Dyak Widoyoko saat kutanyai mengapa dan bagaimana ia bisa mereformasi budaya kerja selama menjadi kepala Puskesmas. Pak Yoko, demikian aku dan Pak Cahyono biasa memanggilnya, adalah pensiunan kepala Puskesmas Piyungan yang masih aktif berpraktek mandiri dan sering berinteraksi asyik dengan Pak Cahyono. Maklum, teman akrab sejak tahun 1990-an. Obrolan asyik yang isinya daging seputar manajemen kesehatan itu tiba-tiba saja terjadi tadi sore di Rumah Cahaya saat Pak Yoko berkunjung untuk urusan audio mobilnya bersama Pak Cahyono. Sembari Pak Cahyono asyik mengutak-atik audio mobil, aku asyik mendengarkan dan menyadap ilmu manajemen gratis setara 2 SKS kuliah MMR dari Pak Yoko.  Pak Yoko adalah pribadi yang revolusioner. Sebagai dokter gigi yang menjadi kepala Puskesmas (pertama kali di Indonesia saat itu ada dokter gigi yang menjadi kepala Puskesmas), ia mamp...

Tugas Manusia Pilihan-Nya yang Beradab: Menulis Sejarah

Tuhan adalah Allah yang berdaulat penuh atas jalannya sejarah apa pun di dunia ini. Segala yang terjadi itu adalah kehendak Allah, rencana-Nya sejak semula, dan tidak ada satu pun yang gagal, semua ada dalam genggaman tangan-Nya. Termasuk di dalamnya adalah sejarah dunia secara global, regional, nasional, dan lokal. Tidak ada satu titik pun di mana Allah tidak hadir dan turut campur bekerja. Peristiwa-peristiwa yang dahsyat dan katastropik, itu semua ada dalam kedaulatan Allah. Tidak ada yang namanya kebetulan atau peristiwa acak. Allah sudah mengatur semua hal, besar maupun kecil, sedemikian rupa seturut detil rancangan-Nya. Maksud dan tujuan semua hal itu terjadi dalam sejarah adalah untuk kesenangan dan kemuliaan Allah sendiri, Sang Mahakuasa. Salah satu "tugas" manusia adalah menjadi bagian dari sejarah yang telah, sedang, dan akan terus dibuat. Bisa sebagai pelaku, saksi, pencatat, dan penafsir sejarah. Manusia yang beradab adalah yang mau dan mampu bertanggung jawab mem...

Lagu Paskah dan Bahaya Universalisme Terselubung: Telaah Teologis dari Perspektif Reformed (TULIP)

Pendahuluan Di tengah semangat menyambut Paskah dan kesukaan bernyanyi dalam ibadah, banyak umat Kristen terbawa suasana emosional tanpa menyadari bahwa lagu-lagu rohani yang mereka nyanyikan menyimpan potensi bahaya: pengajaran yang kabur, bahkan menyesatkan. Dua lagu yang menjadi sorotan kali ini adalah sebuah lagu Paskah ciptaan pendeta Gereja Kristen Jawa, dan lagu populer "Tuhan Sumber Gembiraku". Keduanya, meski tampak indah secara musikal dan puitis, mengandung muatan teologis yang perlu dikritisi, khususnya dari sudut pandang iman Reformed yang merujuk pada doktrin TULIP. Bagian I: Analisis Lirik Lagu Paskah Lirik lagu: Pandanglah arah Golgota, Ia disiksa supaya kita ditebus-Nya Ingatlah akan peluh-Nya, yang memikul semua derita dunia Rasakan tubuh derita-Nya, supaya kita mensyukuri cinta-Nya Lumuran merah darah-Nya, yang membasuh semua noda semesta Ingatlah semua sakit-Nya, ngilu menanggung khianat nafsu kita Ingatlah tubuh-Nya luka, yang memulihkan kita s...

Syukur (Sebuah Doa)

Gambar
Senin, 30 Juni 2025 (Hadasa Mazeltov Puji Pangastuti pada hari Rabu Pahing, 9 Juli 2025, genap berusia 13 tahun. Bersama seisi Rumah Cahaya dan keluarga Pelemkecut 37, Hadasa merayakan kebahagiaan ulang tahunnya dengan makan malam bersama di rumah makan Kenes di jalan Kusumanegara. Jarang-jarang lho bisa foto bersama seperti ini. Terima kasih untuk kakak sepupu Hadasa, kak Valerie, yang sudah berbaik hati memotretkan. Sebentar lagi semoga tinggi badan Hadasa sudah menyamai bahkan melampaui tinggi badan mamanya ya. Terima kasih akung Erry Guthomo, uti Pudji Sri Rasmiati, pakde Yonathan Utomo, dan pak Cahyono S W yang sudah merayakan kegembiraan bersama Hadasa.) Sumber:  https://web.facebook.com/share/p/1BDjMFYZVm/  Ya Tuhan, terima kasih puji syukur untuk segala hal yang terjadi, semua adalah kasih karunia-Mu dan Engkau berdaulat penuh. Tanggung jawabku adalah memahami dan mencatat apa saya yang mampu kupelajari dari semua hal tersebut.  Rumah Cahaya Yang pertama, aku bers...

Bab 11 – Penutup: Menyongsong Masa Depan dalam Pemulihan dan Panggilan

Perjalanan ini tidak berakhir pada titik tertentu. Sebagai orang yang dipulihkan oleh kasih Allah, aku menyadari bahwa setiap hari adalah bagian dari perjalanan pemulihan yang terus menerus . Healing & redemption bukan sekadar topik atau tema dalam perjalanan ini—ia adalah kehidupan yang terus terbuka, tidak terikat waktu, dan tidak terbatas oleh keadaan. Pemulihan adalah proses yang tak pernah selesai. Aku tidak berusaha mencapai kesempurnaan atau hidup tanpa luka, karena aku tahu bahwa dalam setiap retakan itu ada tempat bagi kasih dan kuasa Tuhan untuk masuk. Tuhan memakai luka dan kelemahan kita sebagai alat untuk mencerminkan kemuliaan-Nya yang sempurna. Dalam setiap luka, ada cerita tentang anugerah yang memulihkan . Tantangan masa depan tidak akan kurang berat. Namun, setelah melewati perjalanan ini, aku kini bisa berkata dengan penuh keyakinan bahwa Tuhan akan tetap setia menyertai , dalam segala suka dan duka. Apa yang kutemui di jalan ini adalah sebuah panggilan yang...

Bab 10 – Diperbarui untuk Memulihkan: Karunia yang Dilayakkan oleh Anugerah:

Aku bukan penyelamat. Bukan pula penyembuh. Tapi Tuhan, dalam kasih dan anugerah-Nya, memilih memakai bejana retak ini untuk menjadi saluran pemulihan bagi sesama. Karunia “mendengarkan” dan panggilan “profetis” yang dulu pernah nyaris padam karena luka, kini dinyalakan kembali oleh Dia yang setia. Bukan karena aku layak, tetapi karena kasih karunia-Nya cukup. Bahkan lebih dari cukup. Ia menjahit ulang setiap serpihanku menjadi wadah baru—yang bukan hanya berfungsi, tetapi juga memancarkan kemuliaan-Nya melalui retakan-retakan yang telah ditebus. Kini aku melihat benang merahnya. Karunia mendengarkan yang tumbuh sejak SMP, disiram dalam persekutuan masa SMA, dijaga oleh air mata di masa-masa tergelap, dan dibersihkan serta dimurnikan saat aku kembali ke Injil yang sejati . Tuhan memakai setiap fragmen hidupku, bukan untuk diriku sendiri, tetapi untuk menjadi saksi akan kuasa-Nya yang menyembuhkan dan memperbarui. Panggilan profetis itu bukan tentang bernubuat dengan kata-kata bes...

Bab 9 – Momen “Pulang”: Saat Suara Tuhan Menjadi Rumah

Ada satu momen dalam perjalanan ini yang tak pernah kulupakan—bukan karena dramanya, melainkan karena damainya. Saat itu, bukan kesembuhan total dari luka, bukan puncak pelayanan, bukan pula saat mimpi terwujud. Tapi justru ketika aku duduk sendiri, menangis dalam doa, dan berkata: “Tuhan, kalau Engkau tidak memakai aku lagi pun, aku tetap tenang. Asal Engkau tetap bersamaku.” Itulah momen “pulang.” Pulang bukan ke tempat fisik, bukan ke masa lalu, bukan ke orang tertentu. Tapi pulang ke suara Tuhan , yang sejak kecil memanggil, menegur, membentuk, menuntun, dan menyembuhkan. Suara yang dulu kuanggap samar, kini menjadi terang. Suara yang dulu kucari dengan cemas, kini menjadi rumah . Di titik ini aku mengerti bahwa panggilan hidup bukan soal kehebatan atau pengaruh, melainkan kesetiaan berjalan bersama Tuhan hari demi hari. Bahwa healing dan redemption bukan proyek sekali jadi, tapi ritme seumur hidup yang Tuhan terus kerjakan dalam dan melalui kita. Bahwa luka-luka masa kecilk...